KASIHANILAH AKU
Lukas 18:35-43
Lalu ia berseru: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!”
(Luk. 18:38)
Apa yang kita katakan kepada Allah, ketika kita sedang mengalami pergumulan berat? Banyakkah kata yang keluar dari mulut kita? Tentu tidak. Kata-kata kita mungkin tertutup oleh isak tangis, kebingungan dan ketidakberdayaan kita. Situasi ini pula yang sangat mungkin dialami oleh pengemis buta, tanpa nama, yang berusaha menemui Yesus.
Keberadaan pengemis buta, tanpa nama ini, tampaknya benar-benar dianggap mengganggu. Beberapa kali ia berseru: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah Aku!” Namun, orang-orang di sekitarnya justru menegurnya. Apabila kita mencermati lebih dalam, seruan ini adalah seruan yang menggambarkan ketidakberdayaan, kerendahan hati, sekaligus harapan. Seruan kasihanilah aku adalah juga seruan kita di hadapan Allah. Seruan yang berasal dari kesadaran bahwa kita adalah manusia yang lemah, terbatas dan tidak sempurna. Karena itu, kita membutuhkan pengasihan dan jamahan Allah.
Seruan kasihanilah aku juga membawa kita pada kesadaran akan keberdosaan kita di hadapan Allah. Seruan tersebut menjadi pijakan untuk kita melangkah menuju kehidupan yang baru, yaitu hidup dalam pertobatan. Di dalam tradisi gereja, seruan kasihanilah aku digunakan secara turun-temurun dalam setiap ritus pengakuan dosa. Melalui seruan ini, kita bersama-sama ingin melihat Allah yang selama ini kita lukai karena dosa-dosa kita, sekaligus berharap untuk dapat melihat kasih Allah yang akan memulihkan kita.
REFLEKSI :
Sebagai manusia yang tidak luput dari dosa, kita senantiasa membutuhkan uluran tangan Tuhan yang menyelamatkan.
Mzm. 23; Yer. 12: 1-13; Luk. 18:35-43
Pengganti ongkos cetak dan biaya pengiriman:
Rp. 70.000,-/tahun
Rp. 8.000,-/eksemplar
Pembayaran melalui:
Bank Mandiri - Jakarta, Kelapa Dua
A/C No. 165 0000 558743
a.n. Yayasan Komunikasi Bersama
Marketing
BCA Bidakara
A/C No. 450 558 9999
a.n. Yayasan Komunikasi Bersama
Persembahan Kasih melalui:
BCA Bidakara
A/C No. 450 305 2990
a.n. Yayasan Komunikasi Bersama