1 Timotius 4:1-16

Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.

(1 Timotius 4:16) 

Pada tahun 2016 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data tenaga kerja berdasarkan kelompok usia: Tenaga kerja dari Generasi Milenial sebanyak 62,5 juta pekerja, Generasi X sebanyak 69 juta pekerja, dan Generasi Baby Boomers sebanyak 28,7 juta pekerja. Gap (perbedaan) generasi menghadirkan perbedaan cara kerja, cara pandang, dan cara komunikasi. Apabila gap generasi ini tidak disadari dan dikelola dengan baik, maka besar kemungkinan akan muncul ketidakakuran antargenerasi. Generasi senior dapat menyepelekan generasi muda dan demikian juga sebaliknya.

Timotius adalah seorang rasul berusia muda. Sedari kecil ia dididik dalam iman Kristen oleh Eunike, ibunya, dan Lois, neneknya (2Tim. 1:5). Sebagai anak rohani yang dibimbing oleh Paulus, Timotius menyerahkan hidupnya kepada Tuhan untuk menjadi pelayan Tuhan dalam usia 15 tahun. Usia yang masih sangat belia untuk menjadi gembala. Sebagai seorang pelayan senior, Rasul Paulus tidak pernah meragukan kemampuan Timotius. Perbedaan generasi tidak menjadi penghalang baginya untuk memercayakan pelayanan memimpin jemaat Tuhan (ay. 12). Keyakinan inilah yang diteruskan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat tempat Timotius melayani. Ia mengajak Timotius berkolaborasi dalam memajukan pelayanan kepada jemaat Tuhan dengan semua talenta yang dikaruniakan (ay. 14). Sebagai generasi muda, hendaknya Timotius selalu menjadi teladan dalam kepemimpinannya sebagai pelayan (ay. 15-16).

Teens, sebagai Generasi Milenial yang memiliki banyak talenta, kita diajak untuk berkolaborasi dengan Generasi X dan Generasi Baby Boomers yang lebih senior. Setiap generasi perlu saling membuka diri untuk belajar. Mulai dari memahami cara berkomunikasi dan cara pandang (perspektif) antargenerasi. Dengan begitu, kita dapat menjadi berkat sejak muda.