1 Tesalonika 5:23-28

Sampaikanlah salam kami kepada semua saudara dengan ciuman yang kudus.

(1 Tesalonika 5:26)

Ketika bersalaman seusai kebaktian, beberapa warga jemaat senior terbiasa melakukan cipika cipiki (cium pipi kanan cium pipi kiri) kepada penulis. Hal itu menurut mereka menjadi tanda kasih sayang dari jemaat kepada penulis sebagai pendetanya. Berbeda lagi ketika saya melakukan pelayanan misi di berbagai daerah di Pulau Sumba, NTT. Di sana dikenal tradisi cium hidung atau adu hidung. Tradisi ini dilakukan dengan cara dua orang saling berhadapan lalu saling menempelkan hidung dengan cepat. Tradisi ini menyimbolkan rasa hormat, persahabatan, dan kekeluargaan.

Ribuan tahun yang lalu, ekspresi kasih dengan memberi ciuman ini sudah dipraktikkan oleh umat Tuhan, yaitu di kalangan gereja perdana. Di dalam penutup suratnya kepada jemaat Tesalonika, Paulus mendoakan mereka agar Allah memberkati mereka. Bahkan, Paulus berdoa agar Allah menjaga jemaat supaya dimampukan untuk hidup taat, setia, dan berkenan sampai kedatangan Kristus kembali. Pada zaman itu, ciuman kudus tampaknya menjadi sebuah tindakan simbolis yang dilakukan di antara saudara seiman. Ciuman kudus itu dilakukan sebagai tanda persaudaraan, ekspresi kasih, pemberian rasa hormat, dan rasa kesatuan antarsesama anggota jemaat. Paulus sendiri meminta kepada jemaat yang mendoakan dan menerima salamnya agar saling memberikan ciuman kudus. Artinya, jemaat diundang untuk saling memberikan kasih dan hormat di antara mereka.

Teens, menghormati dan menjadi sahabat bagi semua orang adalah bagian dari tugas perutusan kita di tengah dunia. Rasa hormat dan kasih akan menumbuhkan relasi yang sehat. Kita diundang Allah untuk menghadirkan kasih tanpa diskriminasi di tengah keluarga, gereja, sekolah, dan pergaulan.