Roma 7:13-26

Sebab, bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku lakukan, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku lakukan.

(Roma 7:19)

Dalam ilmu psikologi, terdapat sebuah fenomena yang disebut konflik internal. Konflik internal adalah fenomena psikologis yang terjadi ketika seseorang memiliki dua atau lebih keinginan, nilai, atau tujuan yang saling bertentangan dalam dirinya. Dalam teori psikologi kepribadian, seperti teori Freud tentang id, ego, dan superego, juga digambarkan bagaimana konflik internal dalam diri seseorang dapat menyebabkan ketegangan antara keinginan yang bersifat lebih primitif (id) dan aturan atau norma sosial (superego), serta bagaimana ego mencoba menyeimbangkan keduanya. Konflik ini bisa menghasilkan perilaku yang tidak konsisten antara apa yang diinginkan dan apa yang dilakukan.

Melalui pengalamannya, Rasul Paulus menggambarkan pergumulan rohani yang dialami oleh orang percaya: meskipun ada keinginan untuk melakukan yang baik dan mengasihi Tuhan, dosa dalam tubuh manusia selalu mencoba menguasai. Paulus menunjukkan paradoks yang dialami oleh dirinya dan banyak orang: meskipun ingin melakukan yang baik, ia sering kali terjatuh ke dalam dosa dan kejahatan. Bahkan apa yang dibencinya, justru itulah yang dilakukannya. Paulus menunjukkan bahwa pertarungan antara kehendak baik dan dorongan dosa adalah kenyataan yang dihadapi oleh manusia. Namun, pada akhirnya, Paulus memperoleh karunia, pengharapan, dan kekuatan dalam Yesus Kristus yang memberi pembebasan dari kuasa dosa.

Teens, pernahkah kamu mengalami paradoks dalam tindakanmu? Pernahkah kamu ingin melakukan yang baik tetapi justru melakukan sebaliknya? Janganlah tunduk pada dosa yang melemahkan, karena kuasa Tuhan lebih besar daripada kelemahan kita. Tuhan akan memberikan kekuatan kepada kita untuk mengatasi kuasa dosa. Jangan berhenti berusaha melakukan yang baik, karena di dalam perjuangan itulah kita menjadi semakin dekat dan mengerti kehendak-Nya.