Ester 4:1-17

… supaya pergi menghadap raja untuk memohon karunianya

dan untuk membela bangsanya di hadapan baginda.

(Ester 4:8)

Setiap tanggal 10 Desember, seluruh dunia memperingati hari Hak Asasi Manusia Internasional. Di Indonesia, jika berbicara soal HAM, kita akan mendengar nama-nama orang yang menjadi korban pelanggaran HAM, yang kasusnya sampai saat ini masih belum menemukan titik terang. Sebut saja Marsinah, perempuan buruh yang ditemukan tewas setelah memprotres perusahaan; Munir, yang tewas diracun karena perjuangannya menegakkan HAM; atau Widji Thukul yang sampai saat ini “hilang” karena puisi-puisi kritisnya yang dianggap subversif oleh pemerintah. Marsinah, Munir, dan Widji Thukul adalah tokoh-tokoh yang rela mengambil segala risiko demi memperjuangkan hak asasi manusia.

Pada masa Perjanjian Lama, kita mungkin bisa menyebut Ester dan Mordekhai sebagai para pejuang HAM. Saat itu, kehidupan orang-orang Yahudi di Kerajaan Persia terancam karena Haman, petinggi Kerajaan Persia, berniat untuk memusnahkan orang-orang Yahudi. Mordekhai mengetahui rencana tersebut. Ia berupaya untuk menyelamatkan saudara-saudaranya sesama orang Yahudi dengan cara meminta Ester menghadap Raja Ahasyweros untuk memohon karunia raja dan membela bangsanya. Ia dan Ester tahu bahwa orang yang menghadap raja tanpa diminta akan mendapat hukuman mati. Namun, Ester berani mengambil risiko itu karena ia mengasihi bangsanya. Ia berupaya membebaskan bangsanya dari ancaman Haman dan memperjuangkan hak saudara-saudara sebangsanya untuk hidup, meskipun ada risiko besar yang harus ia hadapi.

Teens, memperjuangkan HAM bukanlah hal yang mudah. Ester harus mengambil risiko kehilangan nyawa demi memperjuangkan hak hidup sesamanya. Marsinah, Munir, Widji Thukul, dan tokoh-tokoh lainnya malah harus kehilangan nyawa mereka untuk itu. Namun demikian, semangat perjuangan untuk menegakkan hak asasi manusia harus tetap menyala. Semangat inilah yang seharusnya juga dimiliki remaja Kristen.