Ibrani 1:1-4

… Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya,

yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada.

(Ibrani 1:2)

Tina tak mungkin berangkat ke pesta itu, jika bukan karena yang empunya pesta menjemputnya. Ia tahu diri bahwa pesta sweet seventeen di resto mahal hanya diperuntukkan bagi orang-orang kaya. Sementara dia? Tina sadar betul ia bisa masuk sekolah khusus orang berprestasi karena beasiswa. Maka, meski sudah menerima undangan dari kawannya, ia hanya tersenyum saja. “Semua orang di kelas pasti menerima undangan yang sama,” pikir Tina. Berulang kali kawan yang mengadakan pesta berkata, “Datang lho , ya!” Ia pun lagi-lagi tersenyum tanpa mengucapkan apa-apa. Tapi sekarang, kawan yang mengundangnya itu ada di depan mata. “Mana mungkin aku menolak? Sebegitu pentingkah kehadiranku bagi kawanku di pesta ini, sampai ia sendiri menjemputku?” kata Tina dalam hati. Tina merasa tersanjung.

Mirip seperti kisah di atas, penulis Ibrani mengatakan, “Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara telah berbicara kepada nenek moyang kita. Kini, Ia berbicara kepada kita melalui Anak-Nya!” Siapakah yang dimaksud dengan “kita” di sini? Tentu sang penulis sendiri dan yang menerima surat ini. Dengan kata lain, “kita” di sini merujuk pada umat Allah. Mungkin kita bertanya, sebegitu pentingkah umat sehingga Allah harus berulang kali berbicara, dan kali ini melalui Anak-Nya? Ya, karena Allah sangat mengasihi umat-Nya. Kasih itulah yang membuat manusia berharga.

Teens, apakah kita merasa sebagai bagian dari umat Allah? Jika kita mau membuka hati dan menyadari, bukankah Kristus di dalam Roh-Nya juga berulang kali berbicara kepada kita? Ia dapat mengingatkan kita melalui sahabat dan kerabat kita. Ia dapat berbicara melalui berbagai peristiwa dan pengalaman hidup kita. Ia juga berbisik lembut di hati kita. Masalahnya, apakah kita mau terbuka untuk mendengarkan suara-Nya? Atau, banyak hal lain yang lebih menarik perhatian kita?