… apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya?

…. Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah,

dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.

(Mzm. 8:5-6)

Novel Sampar karya Albert Camus menceritakan tentang kehidupan kota Oran yang hancur karena wabah sampar. Ribuan manusia menjadi korban. Dr. Rieux, tokoh utamanya, berlomba dengan maut yang terus mengintai penduduk kota. Di tengah usahanya menolong sebanyak mungkin pasien, ia sendiri harus kehilangan istrinya. Situasi begitu mengerikan. Namun, saat wabah mereda, ia tetap berkata, “Aku percaya bahwa ada banyak hal dalam kemanusiaan kita yang bisa dirayakan daripada dihinakan.”

Sobat Lansia, kita manusia memang mempunyai dua sisi: rapuh dan mulia. Hal ini pun dinyatakan oleh Pemazmur: “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya?” yang menunjukkan manusia bukanlah apa-apa. Namun, di sisi lain, manusia itu mulia karena Allah sendiri yang telah memahkotai manusia dengan kemuliaan dan hormat, bahkan membuatnya hampir sama seperti Allah. Dalam kerapuhan dan ketidakberartian diri kita sebagai manusia, kita memang bukan apa-apa. Dalam sekejap, kita bisa mengalami banyak hal yang tidak kita inginkan dan tidak bisa dijelaskan. Namun, di sisi lain, dalam kerapuhan itu ada hal yang bisa kita rayakan, yaitu kemuliaan kemanusiaan kita; manusia terhormat yang begitu dikasihi oleh Allah sendiri.

DOA:

Tuhan, kami sungguh menyadari betapa rapuhnya kami ini.

Namun, kami juga bersyukur bahwa dalam kerapuhan ini,

kami tetap berharga bagi-Mu. Amin.