Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus:

“Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?”

Jawabnya: “Selayaknyalah aku marah sampai mati.”

(Yun. 4:9)

Ketika kita masih kanak-kanak, kita melihat kakek atau nenek kita yang duduk terkantuk-kantuk di kursi goyang seakan-akan tampak agung, arif dan sabar. Rambut putihnya pertanda kematangan jiwa. Nah, kembali ke masa kini, apakah semua sifat-sifat itu sudah terwujud dalam diri kita? Atau, jangan-jangan watak buruk kita seperti suka bawel atau membentak justru membuat kita dihindari anak, cucu dan teman-teman kita? Mungkinkah setelah berpuluh-puluh tahun mengalami kasih Tuhan sifat manusia tidak berubah? Ternyata mungkin saja.

Sobat Lansia, ayat firman Tuhan hari ini adalah bagian dari kisah seorang nabi yang dirasuki rasa benci, yaitu Nabi Yunus. Apakah mungkin usianya masih di bawah lima puluh tahun? Sebab, andaikan ia sudah lansia, bukankah seharusnya ia tidak bicara ceplas-ceplos kepada Tuhannya. Sungguh mengherankan kasih Allah yang luas dan dalam. Seandainya manusia yang diperlakukan kurang ajar seperti itu pasti sudah habis nasib Nabi Yunus. Namun, Allah tetap setia menyayanginya. Kasih Allah tak pernah berkurang, apalagi berubah, meskipun kita melakukan hal-hal yang menyakitkan hati-Nya. Mari kita ingat kembali kasih Tuhan kepada kita, dan melaksanakan tugas panggilan kita sebagai murid Yesus.

DOA:

Tuhan, kami mengakui bahwa kami sering keras kepala

dan tidak mau berubah, bahkan sampai umur kami sudah lansia.

Terima kasih untuk setiap kesempatan yang Engkau berikan. Amin.