Ayub 42:10-17

“TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih daripada dalam hidupnya yang dahulu ….”

(Ayb. 42:12)

 

 

Lilin yang menyala memancarkan terang sambil membakar dirinya. Terbakar adalah konsekuensi yang dihadapi lilin untuk benar-benar menjadi lilin. Manusia pun mengalami dan menghadapi berbagai kesulitan untuk benar-benar menjadi manusia. Baik penderitaan, sakit-penyakit, penolakan, maupun kekecewaan yang terjadi di dalam hidup justru membuat manusia benar-benar menjadi manusia. Manusia bukan Tuhan yang “maha” segalanya. Manusia punya keterbatasan. Manusia punya kerapuhan.

 

Ketika kita hidup sebagai pengikut Tuhan, kodrat sebagai manusia tidak berubah. Kita tetap memiliki keterbatasan dan kerapuhan. Bedanya, kita mampu menghadapi keterbatasan dan kerapuhan itu bersama Tuhan. Ayub adalah pengikut Tuhan yang benar-benar “terbakar”. Penderitaan membuat Ayub masuk dalam kerapuhan diri yang terdalam. Dengan tertatih-tatih, ia bertahan bersama Tuhan. Ia tidak menyalah-nyalahkan Tuhan. Ia justru menolak segala nasihat yang mengarahkannya untuk jauh dari Tuhan. Perjalanan iman Ayub mengarahkannya pada berkat Tuhan. Tuhan memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih daripada dalam hidupnya yang dahulu (ay. 12).

 

Youth, sebagai manusia, kita punya keterbatasan dan kerapuhan untuk menghadapi kesulitan dan penderitaan. Sebagai manusia beriman, hadapilah kesulitan dan penderitaan itu bersama Tuhan. Penderitaan adalah konsekuensi untuk benar-benar hidup menjadi manusia. Sama seperti lilin yang terbakar, saat itulah ia benar-benar menjadi lilin seutuhnya. Kiranya dalam kesulitan dan derita yang dihadapi, kita tetap menanggung segalanya bersama Tuhan!

 

1. Mengapa Ayub tetap setia kepada Allah?

2. Apa kesulitan yang sedang Anda hadapi? Apakah dihadapi bersama Allah?

 

 

Pokok Doa : Setia kepada Allah dalam segala keterbatasan dan kerapuhan diri.