2 Korintus 4:7-10

… kami dihempaskan, namun tidak binasa.

(2 Korintus 4:9)

“Menjadi tidak berdaya tidak menghancurkan kemanusiaan Anda. Ketahanan Anda adalah kemanusiaan Anda … Untuk mengakui kekalahan dan tidak hancur, itu adalah kekuatan yang luar biasa.” Demikian ucapan Hannah Gadsby—seorang komedian, penulis, aktris, dan pranatacara televisi Australia. Ia menjadi terkenal setelah memenangkan final sebuah kompetisi nasional untuk para komedian baru pada tahun 2006. Sejak saat itu ia melakukan tur internasional serta tampil di televisi dan radio.

Bagi Rasul Paulus, ketahanannya dalam berbagai kesulitan merupakan wujud kekuatan Allah yang bekerja dalam kelemahan. Memang ia dan rekan-rekan sepelayanannya memilih untuk memberitakan Injil dalam kelemahan, “supaya nyata bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah”. Untuk menjelaskan hal ini, ia menggunakan gambaran “harta dalam bejana tanah liat”. “Harta” yang berharga itu adalah Injil Yesus Kristus, sedangkan “bejana tanah liat” yang rapuh itu adalah diri Rasul Paulus dan rekanrekan sepelayanannya yang tidak lepas dari kelemahan. Menarik saat ia mengatakan, “… kami dihempaskan, namun tidak binasa.” Bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi? Bukankah umumnya bejana tanah liat yang dihempaskan (dibanting) akan hancur berkeping-keping? Namun, berkat kekuatan yang dikaruniakan Allah, kini bejana tanah liat itu tahan banting.

Teens, Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk dapat bertahan dalam berbagai kesulitan dan tantangan hidup. Karena itu, pengalaman kegagalan seharusnya tidak menghentikan langkah kita. Sebaliknya, pengalaman kegagalan dapat menjadi momen kita ditempa menjadi pribadi yang makin tangguh, pantang menyerah, dan tahan banting. Dengan demikian, kita belajar memandang kegagalan bukan lagi sebagai “musuh” yang menakutkan dan menghancurkan, melainkan sebagai “rekan latih tanding” (sparring partner) yang mengasah kemampuan dan kekuatan kita.