DAUN-DAUN MUSIM GUGUR
Sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri.
(Rm. 14:7)
Saya merasa beruntung mendapat kesempatan untuk tinggal di Eropa. Apa yang selama ini hanya bisa saya baca atau lihat dari televisi, sekarang dapat saya alami sendiri. Khususnya mengenai keempat musim. Ketika saya tiba di Jerman, waktu itu sedang musim semi. Di musim semi, bunga-bunga bermekaran dan cuaca sangat nyaman. Musim semi berlanjut ke musim panas. Pepohonan tampak rimbun dengan dedaunan hijau, tidak jauh beda dengan suasana di Indonesia. Namun, tiga bulan kemudian, dedaunan mulai menguning dan memerah, lalu satu-satu jatuh ke tanah, seiring datangnya musim gugur. Kemudian, datanglah musim dingin. Pepohonan tinggal batang dan rantingnya saja. Tampak mati. Namun tiga bulan kemudian, tunas-tunas mulai muncul lagi seiring datangnya musim semi. Begitu seterusnya.
Mengamati perputaran musim itu, saya sering kali merenungkan tentang kematian. Apakah dedaunan yang berjatuhan di musim gugur adalah tanda kematian? Ataukah sesungguhnya itu adalah persiapan untuk kehidupan selanjutnya di musim berikutnya? Bahkan daun yang gugur pun menyuburkan tanah. Bagi alam ini, tidak ada yang mati dan tidak ada yang hidup untuk dirinya sendiri. Begitu pula dengan manusia.
DOA:
Ya Tuhan, ajarlah kami memahami dan menerima kematian sebagai bagian dari kehidupan. Amin.
Pengganti ongkos cetak dan biaya pengiriman:
Rp. 70.000,-/tahun
Rp. 8.000,-/eksemplar
Pembayaran melalui:
Bank Mandiri - Jakarta, Kelapa Dua
A/C No. 165 0000 558743
a.n. Yayasan Komunikasi Bersama
Marketing
BCA Bidakara
A/C No. 450 558 9999
a.n. Yayasan Komunikasi Bersama
Persembahan Kasih melalui:
BCA Bidakara
A/C No. 450 305 2990
a.n. Yayasan Komunikasi Bersama