Lukas 11:53-12:3

Dan setelah Yesus berangkat dari tempat itu, ahli-ahli Tauratdan orang-orang Farisi terus-menerus mengintai dan membanjiri-Nya dengan rupa-rupa soal.
(Luk. 11:53)

Pada sekitar pertengahan abad kedua Kekaisaran Romawi memiliki seorang sejarawan andal bernama Cassius Dio. Ia adalah seorang senator yang beberapa kali dipercaya juga untuk menjadi konsul. Dalam menjalankan tugasnya, Cassius Dio kerap diperhadapkan dengan para pemimpin besar yang berbahaya, seperti Caligula, Claudius, dan Nero. Namun, ia tetap dapat bersikap netral dan profesional serta menjaga etikanya sebagai senator. Ini membuatnya disegani oleh orang-orang yang berpangkat lebih tinggi darinya. Sikap itu juga yang menjadi kunci kredibilitas catatan-catatan sejarah yang ia tulis tentang Kekaisaran Romawi.

Sikap Cassius Dio dalam bekerja ini berbeda dengan apa yang ditunjukkan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dalam teks Alkitab hari ini. Mereka yang seharusnya menjaga netralitas dan profesionalitas sebagai orang-orang yang dihormati dan didengarkan masyarakat justru menggunakan kewenangannya untuk melancarkan agenda tersembunyi, yaitu menangkap Yesus. Pada akhirnya, mereka tidak dapat menjadi teladan karena kemunafikan mereka. Apa yang mereka kerjakan sia-sia sebab makin banyak orang yang mengikut Yesus.

Youth, sebagai manusia tentu kita punya penilaian subjektif terhadap orang lain. Namun, ketika kita dipercaya menjadi pemimpin, kita tidak boleh membiarkan penilaian itu memengaruhi tindakan kita, apalagi sampai menjadikannya agenda tersembunyi untuk mencelakai orang lain. Kita bertanggung jawab kepada orang yang kita pimpin sehingga kita harus menjaga netralitas dan profesionalitas.

1. Mengapa Yesus menyebut orang Farisi munafik?
2. Apa yang kita perlukan untuk menjadi pemimpin yang netral dan profesional?

Pokok Doa: Agar para pemimpin netral dan profesional dalam menjalankan perannya.