Markus 7:24-30

“Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.”
(Markus 7:28)

alam masyarakat multikultural, terkadang perbedaan menimbulkan kecurigaan, bahkan ketidakadilan. Kadang terjadi diskriminasi, bahkan perlakuan buruk terhadap kelompok tertentu oleh kelompok masyarakat lain yang merasa lebih superior. Sebut saja politik apartheid di Afrika Selatan yang membedakan warga kulit putih dengan warga kulit hitam dan kulit berwarna lain. Warga kulit putih di Afrika Selatan merasa lebih baik dan superior daripada warga kulit hitam dan berwarna lain sehingga mereka mempraktikkan kebijakan-kebijakan yang bersifat diskriminatif. Dalam situasi seperti ini, muncullah orang-orang yang berjuang demi kesetaraan, misalnya Nelson Mandela dan Desmond Tutu.

Perempuan Siro-Fenisia yang menemui Yesus ketika di daerah Tirus juga memperlihatkan perjuangan untuk kesetaraan. Ia datang memohon kepada Yesus untuk mengusir roh jahat dari anaknya (ay. 25). Orang Yahudi selalu merasa dirinya lebih baik dan memandang rendah bangsa lain. Perempuan ini bukan orang Yahudi. Ia tahu bahwa ia tidak punya kesempatan untuk mendapatkan anugerah yang sama dengan orang Yahudi. Namun, ia tidak menyerah. Perkataan perempuan ini memperlihatkan bahwa meskipun ia dianggap rendah oleh masyarakat Yahudi, ia pun layak menerima anugerah yang sama dari Allah (ay. 28). Yesus yang melihat perjuangannya itu pun mau menyembuhkan anaknya.

Teens, di negara yang memiliki keberagaman seperti Indonesia, kadang perlakuan diskriminatif juga terjadi. Memang tidak sampai seperti politik apartheid, tetapi itu dapat merusak kesatuan. Kita perlu menyadari bahwa di muka bumi ini tidak ada manusia yang lebih rendah atau lebih tinggi daripada yang lain. Semua manusia itu setara. Karena itu, marilah kita terus menyuarakan dan memperjuangkan kesetaraan, mulai dari hal-hal yang kecil. Dengan kesetaraan kita dapat mencapai kesatuan.