Jikalau seorang berkata:”Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci
saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak
mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah,
yang tidak dilihatnya.
(1 Yoh. 4:20)

Pernahkah suatu waktu mendengarkan cucu-cucu kita membicarakan oma dan opanya? Misalnya lebih suka dengan oma karena omanya baik dan suka membuat masakan yang enak. Tapi ada juga yang bilang lebih suka dengan opa, karena suka mengajak jalan-jalan dan membelikan mainan yang bagus. Tapi kalau ditanya lebih sayang siapa? Apakah mereka bicara jujur, atau mereka akan bilang sayang semuanya.

Bicara tentang kasih memang sulit diukur, seberapa saya sungguh mengasihi. Biasanya kita mudah mengatakan saya mengasihi Tuhan, namun Yohanes mendorong kita untuk memeriksa apakah benar kita mengasihi Allah. Sebab ternyata kasih kepada Allah itu harus sejalan dengan kasih kita kepada sesama. Kalau kita membenci saudara kita yang kita lihat sehari-hari, maka kasih kita kepada Allah yang tidak kita lihat diragukan kebenarannya. Itu namanya pendusta atau pembohong. Pertanyaannya apakah saya itu pendusta ? Pasti tidak ada yang mau disebut pendusta, tetapi kita harus jujur sungguhkah kita sudah mengasihi Tuhan dan saudara/sesama kita dengan tulus? Kasih itu tidak boleh pura-pura, karena itu kita perlu memohon agar Tuhan memampukan kita mengasihi dengan tulus.

DOA:
Ya Tuhan, ajar kami mengasihi sesama dengan sungguh,
sehingga kasih kami kepada-Mu menjadi sempurna. Amin.